Orang-orang berbaju biru toska itu lalu lalang kesana kemari. Sosok mereka seperti diikuti bayang-bayang serupa. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.
Yang jelas, aku merasakan sesuatu dalam tenggorokanku. Mencekikku. Glek! Aku tersedak.
Aku melihat ke sekelilingku. Nuansa biru toska makin menyelimutiku serupa halimun dataran tinggi yang turun di sore hari. Warna gordyn ini. Aku mengenalinya.
Rupanya aku telah siuman dari operasi besar untuk mengangkat tumor yang tumbuh di dalam jantungku. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri karena pengaruh anestesi. Aku mengira-ngira kini aku berada di mana. Pastinya ruang ICU seperti yang dijelaskan suster saat orientasi pra operasi.
Glek! Kali ini kembali aku tersedak! Weeek! Rupanya sebuah selang besar tertancap ke dalam mulut hingga tenggorokanku.
Tiba-tiba aku merasakan mual yang luar biasa. Aku ingin muntah se muntah-muntahnya. Bulk..bulk..bulk.. rasanya semua isi perutku ingin keluar. Tapi bukankah isi perutku sudah dikuras habis beberapa jam sebelum aku operasi? Aku juga puasa sehari penuh.
Dan tidak lama kemudian, aku benar-benar muntah. Aku seperti mesin permainan di sebuah casino tempat judi di Las Vegas. Hanya gara-gara dipancing sekeping koin, kemudian memuntahkan ratusan koin lain, karena pada saat bersamaan memunculkan tiga gambar yang serupa sambil membunyikan sirenennya. “Jackpot!”
Selang besar itu, rupanya alat bantu nafasku. Setiap aku bernafas, terdengar bunyi nafasku keluar dari serupa kantung udara kembang kempis di sampingku. Kantung itu kemungkinan besar alat pengganti paru-paruku.
Seorang perawat mengelap cairan kuning ke coklat-coklatan yang keluar dari mulutku. Seorang perawat berbaju toska yang lain menghampiriku. Dia membawa sebuah selang berdiameter kecil yang cukup panjang.
“Bu..isi lambungnya mau keluar semua tuch.. saya masukin selang ya..”katanya
Kurang dari satu detik, selang itu sudah masuk ke dalam hidungku, terus menjalar ke dalam kerongkonganku.
Glek! Terasa ujung selang terus masuk ke dalam tenggorokanku
“Telan ya bu.. telan…. Terus telan…” dua perawat di sampingku memberi instruksi bertubi-tubi.
Bulk..bulk..bulk.. kembali aku merasa mual. Dan beberapa detik kemudian, kulihat selang itu berubaqh warna menjadi kuning kecoklatan.
Tidak sampai di situ, aku melirik ke pundakku. Tiga buah selang kecil yang bermuara ke sebuah selang sedang lainnya tertancap di sebelah dada atas.
Ku angkat tanganku pun, kulihat selang-selang menempel di pergelangan dan siku.
Kuraba perutku. Ada selang juga menempel.
Sementara di dadaku tertempel empat lidah serupa double tape yang dicantoli kabel-kabel yang tersambung ke atas monitor di samping ranjangku.
Kini aku seperti gurita yang bertangan banyak. Persis musuh Spiderman. Aku membayangkan kini aku seperti Profesor yang berubah menjadi gurita sepraruh manusia musuh superhero Siperdman. Aku seperti Octopus…… dan aku kembali tak berdaya…
Yang jelas, aku merasakan sesuatu dalam tenggorokanku. Mencekikku. Glek! Aku tersedak.
Aku melihat ke sekelilingku. Nuansa biru toska makin menyelimutiku serupa halimun dataran tinggi yang turun di sore hari. Warna gordyn ini. Aku mengenalinya.
Rupanya aku telah siuman dari operasi besar untuk mengangkat tumor yang tumbuh di dalam jantungku. Entah berapa lama aku tak sadarkan diri karena pengaruh anestesi. Aku mengira-ngira kini aku berada di mana. Pastinya ruang ICU seperti yang dijelaskan suster saat orientasi pra operasi.
Glek! Kali ini kembali aku tersedak! Weeek! Rupanya sebuah selang besar tertancap ke dalam mulut hingga tenggorokanku.
Tiba-tiba aku merasakan mual yang luar biasa. Aku ingin muntah se muntah-muntahnya. Bulk..bulk..bulk.. rasanya semua isi perutku ingin keluar. Tapi bukankah isi perutku sudah dikuras habis beberapa jam sebelum aku operasi? Aku juga puasa sehari penuh.
Dan tidak lama kemudian, aku benar-benar muntah. Aku seperti mesin permainan di sebuah casino tempat judi di Las Vegas. Hanya gara-gara dipancing sekeping koin, kemudian memuntahkan ratusan koin lain, karena pada saat bersamaan memunculkan tiga gambar yang serupa sambil membunyikan sirenennya. “Jackpot!”
Selang besar itu, rupanya alat bantu nafasku. Setiap aku bernafas, terdengar bunyi nafasku keluar dari serupa kantung udara kembang kempis di sampingku. Kantung itu kemungkinan besar alat pengganti paru-paruku.
Seorang perawat mengelap cairan kuning ke coklat-coklatan yang keluar dari mulutku. Seorang perawat berbaju toska yang lain menghampiriku. Dia membawa sebuah selang berdiameter kecil yang cukup panjang.
“Bu..isi lambungnya mau keluar semua tuch.. saya masukin selang ya..”katanya
Kurang dari satu detik, selang itu sudah masuk ke dalam hidungku, terus menjalar ke dalam kerongkonganku.
Glek! Terasa ujung selang terus masuk ke dalam tenggorokanku
“Telan ya bu.. telan…. Terus telan…” dua perawat di sampingku memberi instruksi bertubi-tubi.
Bulk..bulk..bulk.. kembali aku merasa mual. Dan beberapa detik kemudian, kulihat selang itu berubaqh warna menjadi kuning kecoklatan.
Tidak sampai di situ, aku melirik ke pundakku. Tiga buah selang kecil yang bermuara ke sebuah selang sedang lainnya tertancap di sebelah dada atas.
Ku angkat tanganku pun, kulihat selang-selang menempel di pergelangan dan siku.
Kuraba perutku. Ada selang juga menempel.
Sementara di dadaku tertempel empat lidah serupa double tape yang dicantoli kabel-kabel yang tersambung ke atas monitor di samping ranjangku.
Kini aku seperti gurita yang bertangan banyak. Persis musuh Spiderman. Aku membayangkan kini aku seperti Profesor yang berubah menjadi gurita sepraruh manusia musuh superhero Siperdman. Aku seperti Octopus…… dan aku kembali tak berdaya…