Senin, 18 Oktober 2010

Nista Maja Utama

“Gwe gak punya nasehat buat lo! Kalo gwe di posisi lo, gwe juga gak tau mesti gimana . Gwe cuma bisa berdoa!,” begitu salah satu pesan sahabatku saaat menengokku di rumah.
Pesan serupa tapi tak sama datang dari sahabat dan teman-temanku yang lain. Mereka satu persatu atau bergerombol datang menjengukku dan mencoba menghiburku dengan cara mereka masing-masing. Sejak kemarin ponsel ku terus berbunyi. Telepon dan sms puluhan kali aku terima. Wall dan message box di FB ku pun penuh. Isi nya sama. Mereka berdoa buat aku.
Setiap kali mendengar dan membaca pesan dari mereka, air mataku selalu tumpah ruah tak bisa kutahan. Kadang aku bisa menangis sejadi-jadinya. Semalaman. Suamiku biasanya akan berusaha menenangkanku. Entah kali keberapa pundaknya ikut basah menjadi kolam tampung tangisanku.
Banyak sekali orang yang menyayangiku….. jeritku dalam hati.
Siang tadi kakak-kakakku datang menengok. Mereka mencoba menunjukkan wajah ceria. Tapi aku tahu mata mereka berbicara. Bening kaca-kaca bergelayut di kantung mata mereka. Untuk ketiga kalinya mereka mencoba tidak menunjukkan ekspresi yang sebenarnya. Mereka ingin aku setegar baja.
Ibuku tak datang. Meski hati ini menginginkan kehadirannya. Tapi hati kecil ingin pula mengingkarinya. Mamah tak usah datang sekarang. Aku tak kuat membagi kisah ini lagi denganmu. Bagiku cukup doa-doa di setiap usai shalatmu. Cukup sudah linangan bulir air matamu di setiap tahajudmu. Jika waktunya tiba. Pasti aku akan meminta mamah hadir di sampingku.
Untuk ketiga kalinya aku akan menjalani operasi pengangkatan tumor di dalam tubuhku. Untuk ketiga kalinya mereka mendukung aku agar aku tetap optimis dan semangat.
Tapi sayangnya untuk ketiga kalinya juga aku harus menerima kenyataan. Pada akhirnya aku harus menghadapinya hanya dengan sendirian. Tanpa sahabatku, tanpa teman-temanku, tanpa saudara-saudaraku, tanpa suamiku bahkan tanpa ibu yang melahirkan aku.
Bayangan hitam itu kini kerap datang lagi dalam mimpi-mimpiku. Aku akan menghadapi masa kritis dan ketidakpastian yang sama. Atmosphere yang sama. Kabut gelap yang sama. Baunya sudah sampai ke hidung, terhirup ke tenggorokan, menyelinap ke paru-paru ku. Sesakku berlipatganda dibuatnya.
Pisau bedah itu sebentar lagi akan menancap. Tepat di luka parut yang sama. Luka yang tak bisa kuhapus hingga kini. Luka parut yang membujur tepat di tengah tubuhku seumpama garis khayal meridian utama yang mempertemukan kutub utara dan selatan di permukaan bola dunia. Sekilas nampak resleting jepang merk YKK di jaket daging dan kulitku. Sekali tarik saja akan membuka kantung yang dua tahun lalu telah ditutup.
Namun kantung itu pastinya isinya tak lagi sama seperti saat pertama kali dibuka. Kawat-kawat penyambung itu masih ada. Membentuk angka 8 berderet dan melingkar-lingkar di antara tulang iga penyangga dada.Sengaja teralis itu pernah digergaji paksa, agar isi di baliknya bisa terurai burai. Karena makhluk asing itu bersarang di dalamnya.
Untuk ketiga kalinya aku akan menghadapi masa-masa tersulit dalam hidupku. Pasca operasi yang harus aku jalani. Saat jiwa tersadar, namun badan hanya teronggok tak punya daya.
Untuk ketiga kalinya… Nista Maja Utama.
Ach..peribahasa Sunda itu tak kukira akan terngiang-ngiang ditelingaku akhir-akhir ini. Tiga rangkaian kejadian , berlangsung berturut-turut. Aku mencoba meyakinkan diriku. Ini bukan sumpah serapah. Dimulai dengan Nista yang tidak mengenakkkan, Maja yang rasanya pahit, dan yang terakhir adalah Utama. Aku mencoba menepis, Utama bukanlah berarti terakhir dan selamanya.
Aku mencoba mengorek dan berdialog dengan diriku sendiri. Terakhir.. Ini harus jadi operasi yang terakhir buatku. Operasi yang akan berhasil dan menyembuhkanku. Walau pernah terbersit pertanyaan dalam benakku, menghantuiku, pertanyaan yang jawabannya tak seorang pun tahu. Tuhan pernah memberikan kesempatan kedua buatku. Lalu masih adakah lagi kesempatan ketiga…….???

Tidak ada komentar: